Ibnu Sina |
Bapak Kedokteran Modern
Ibnu Sina adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga Ahli kesehata kelahiran Persia. Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Ia juga menulis tentang astronomi, kimia, geografi dan geologi, psikologi, teologi Islam, logika, matematika, fisika, dan puisi. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang
lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.
Seorang ahli kimia Belgia-Amerika dan sejarawan yang dianggap sebagai pendiri dari disiplin ilmu sejarah Belgia-Amerika "George Sarton" menyebut Ibnu Sina sebagai "Ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu". Dia dianggap oleh banyak orang sebagai Bapak Kedokteran Modern. Ilmuwan barat banyak menyebut Ibnu sina dengan Avicenna
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Karya-karyanya yang paling terkenal adalah The Book of Healing, ensiklopedia filosofis dan ilmiah. Qanun fi Thib (Canon of Medicine/Aturan Pengobatan), Ensiklopedia medis yang menjadi teks medis standar di banyak universitas abad pertengahan dan tetap digunakan hingga akhir 1650. Canon of Medicine telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, mulai Latin, Cina, Jerman, Perancis, Inggris dan dianggap sebagai bagian penting dalam sejarah kedokteran modern. Asy Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
Biografi Ibnu Sina
|
|
---|---|
Nama | Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina |
Tempat / tgl lahir | Afshana dekat Bukhara (Asia Tengah) pada tahun 981 |
Pekerjaan | Ahli filsuf, ilmuwan, Dokter, Pujangga |
Agama | Islam |
Karya |
|
Kewarganegaraan |
Persia
|
Wafat |
Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran)
|
Riwayat Ibu Sina
Ibnu Sina lahir pada 370 Hijriyah atau bertepatan dengan 980 Masehi di Afsana, sebuah desa dekat Bukhara (di masa kini Uzbekistan), ibukota Samaniyah, sebuah dinasti Persia di Asia Tengah dan Khorasan Raya. Nama lengkapnya Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina namun ia lebih dikenal dengan panggilan Ibnu Sina, Ilmuwan barat menyebutnya Avicenna. Ibunya, bernama Sattarah, adalah sorang wanita yang salehah, berasal dari Bukhara ayahnya, Abdullah, merupakan seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, sebuah kota penting dari Kekaisaran Samanid, saat ini Provinsi Balkh, Afghanistan. Ayahnya adalah gubernur di wilayah Samanid Nuh bin Mansur.
Ibnu Sina lahir di keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi. Ia mulai belajar pada usia lima tahun di kota kelahirannya, Bukhara. Ibnu Sina yang berasal dari keluarga bermadzhab Ismailiyah sudah akrab dengan pembahasan ilmiah, terutama yang disampaikan oleh ayahnya. Kecerdasannya yang sangat tinggi membuatnya sangat menonjol, sehingga
seorang guru menasehati ayahnya agar Ibnu Sina tidak terjun ke dalam pekerjaan apa pun selain belajar dan terus menimba ilmu. Dengan
demikian, Ibnu Sina secara penuh memberikan perhatiannya kepada aktivitas keilmuan.
Pengetahuan yang pertama kali yang dia pelajari adalah membaca al-Qur’an, Seorang guru pun didatangkan khusus untuk mengajari Ibnu Sina
menghafal Alquran. Berkat ketekunan dan kecerdasannya di usia 10 tahun Ibnu Sina telah berhasil menghafal
isi Alquran.
Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang kebetulan sedang berkunjung ke Bukhara. Beliau diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat sehingga membuat kagum gurunya
Dalam bidang Pendidikan lain, beliau juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya. Ia belajar Aritmatika dari `Ali Natili seorang sufi ismaili berkebangsaaan India.
Ibnu Sina sudah tekun mempelajari ilmu fiqih dari seorang ulama besar bernama Ismail yang tinggal di luar kota Bukhara. Ia mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya Dengan semangat yang tinggi, Ibnu Sina tidak keberatan harus bolak-balik ke rumah gurunya.
Ibnu Sina belajar filsafat dari Abu Abdillah an-Natili, seorang filosof kenamaan yang kebetulan sedang berkunjung ke Bukhara. Beliau diminta ayah Ibnu Sina tinggal di kediamannya untuk mengajarkan filsafat pada anaknya. Dalam waktu yang singkat Ibnu Sina berhasil menguasai filsafat sehingga membuat kagum gurunya
Dalam bidang Pendidikan lain, beliau juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya. Ia belajar Aritmatika dari `Ali Natili seorang sufi ismaili berkebangsaaan India.
Ibnu Sina sudah tekun mempelajari ilmu fiqih dari seorang ulama besar bernama Ismail yang tinggal di luar kota Bukhara. Ia mempelajari ilmu-ilmu agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya Dengan semangat yang tinggi, Ibnu Sina tidak keberatan harus bolak-balik ke rumah gurunya.
Kecerdasan Ibnu Sina semakin terlihat saat beliau berusia 16 tahun. Ia sudah sanggup menerangkan kembali pada gurunya isi dari buku Isagoge (ilmu logika), buku al-Mages (ilmu astronomi kuno) dan buku Ecludis (ilmu arsitektur).
Beliau memang benar-benar murid yang cerdas. Di depan guru-gurunya, ia dapat menerangkan rumus-rumus dan berbagai kesulitan yang terdapat dalam buku-buku tersebut. Bahkan konon dalam bidang ilmu astronomi (perbintangan), beliau sudah sanggup menciptakan sebuah alat yang belum pernah dibuat para ahli sebelumnya.
Setelah berhasil mendalami ilmu-ilmu alam dan ketuhanan, Ibnu Sina pun merasa tertarik untuk mempelajari ilmu kedokteran ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Sebelum usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit. Selain sebagai dokter, Ibnu Sina juga dikenal sebagai psikolog yang sanggup mengobati orang yang sakit jiwanya
Pasien pertama yang merasakan kehebatan diagnosis Ibnu Sina, tidak lain Ibunya yang bernama Sattarah. Saat Ayahnya, Abdullah, memanggil dokter untuk memeriksa kondisi istrinya yang sakit demam, obat yang diberikan ternyata tidak bisa menyembuhkannya. Melihat kondisi itu, Ibnu Sina pun memohon ijin kepada ayahnya untuk memeriksa kondisi ibunya, dan hasilnya dalam waktu singkat dengan obat yang ia racik sendiri ibunya bisa sehat kembali. Keahliannya menyembuhkan orang sakit pun berlanjut kepada tetangganya, yang kembali gagal disembuhkan oleh dokter yang sebelumnya menanganinya. Dengan tangan dingin Ibnu Sina muda mencoba mendiagnosis dengan tepat
Semakin lama nama Ibnu Sina semakin terkenal, bukan saja di sekitar Bukhara melainkan juga di berbagai pelosok wilayah. Orang-orang yang
tertarik di bidang kedokteran mulai mendatangi Ibnu Sina untuk menimba ilmu darinya. Ibnu Sina sendiri tidak menjadikan ilmunya itu sebagai
alat untuk mencari kekayaan dunia.Ibnu Sina mau mengajar dan menolong orang-orang sakit ikhlas karena Allah dan terdorong rasa kemanusiaannya. Ia merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya akan mendapat pahala di sisi Allah di akhirat kelak.
Pada saat Raja Bukhara Nuh bin Mansur (memerintah 366-387 H) saat jatuh sakit memanggil Ibnu Sina untuk merawat dan mengobatinya. Setelah diobati, Ia pun sembuh. Berkat itu, Ibnu Sina dapat leluasa masuk ke perpustakaan istana Samani yang besar. Ibnu Sina memanfaatkan perpustakaan itu untuk membaca buku-buku kuno dalam berbagai bidang ilmu. Dari perpustakaan Sang Amir Nuh bin Nashr ini Ibnu Sina berhasil mendapatkan banyak ilmu pengetahuan untuk bahan-bahan penemuan. Dan ketika berusia 18 tahun Ibnu Sina sudah menguasai berbagai bidang ilmu. Suatu hari, perpustakaan tersebut
terbakar, Ia pun menjadi tersangka pembakar, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari
perpustakaan itu
Ketika berusia 22 tahun, ayah Ibnu Sina meninggal dunia. Terpaksa ia mengambil alih tugas-tugas ayahnya. Namun itu tidak berlangsung lama. Ibnu Sina harus meninggalkan Bukhara karena telah terjadi goncangan pemerintahan. Mula-mula ia pindah ke Gurganj yang tekenal dengan kebudayaannya yang tinggi. Dia diundang dengan tulus oleh Raja Khawarizm, pelindung besar kebudayaan dan pendidikan. Di Gorgan ia membuka praktek dokter, bergerak dalam bidang pendidikan, dan menulis buku. Setelah itu, Ibnu Sina melanjutkan lagi perjalananya,
Ibnu Sina merantau ke Jurjan, dan bertemu dengan Abu Raihan al-Biruni, yang kala itu sangat termashur. Setelah itu dia pindah ke Rayy, dan melanjutkan perjalanan ke Hamadan, tempat yang memberinya inspirasi untuk bukunya yang terkenal, Al Qanun 11 al-Tibb. Di Hamadan dia juga menyembuhkan sang penguasa, Syams al-Daulah, dari penyakit perut yang akut, sebelum melanjutkan lagi perjalanannya menuju Isfahan (kini Iran) untuk menyelesaikan karya-karyanya yang monumental.
Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah. Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa.
Al Qanun fi al-Tibb atau Norma-norma Kedokteran adalah sumbangan terbesar Ibnu Sina yang di Barat dikenal dengan Avicenna, terhadap ilmu pengetahuan. Karya yang mampu bertahan selama enam abad ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremena pada abad ke-12. Sejak saat itu Qanun menjadi buku wajib di sekolah-sekolah medis di Eropa. Pada abad ke-15 buku ini mengalami cetak ulang sebanyak enam belas kali. Lima belas cetakan dalam bahasa Latin, satu cetakan dalam bahasa Yahudi. Sedangkan pada abad berikutnya, Qanun mengalami cetak ulang sebanyak dua puluh kali. Bahkan Al-Qanun dijadikan salah satu literatur utama ilmu kedokteran pada sejumlah universitas Eropa hingga abad 18.
Qanun boleh dikata merupakan Ensiklopedi Pengobatan yang sangat lengkap. Buku ini menelaah ulang pengetahuan kedokteran, baik dari sumber Islam maupun sumber-sumber kuna. Ibnu Sina tidak hanya menggabungkan pengetahuan yang telah ada tapi juga menciptakan karya-karya orisinal yang meliputi beberapa pengobatan umum, obat-obatan (760 macam), penyakit-penyakit mulai dari kepala hingga kakl, khususnya Patologi (ilmu tentang penyakit) dan Farmakopeia (Farmakope).
Di antara beberapa kontribusinya yang merupakan pengembangan besar adalah identifikasinya terhadap sifat-sifat penyakit menular seperti Pththsis dan Tuberculosis (TBC), penyebaran penyakit melalui air dan tanah, dan interaksi antara ilmu psikologi dan kedokteran. Ibnu Sina pula yang pertama kali menjelaskan tentang Meningitis (radang selaput otak) serta memberi penjelasan yang padat tentang anatomi, ginekologi, kesehatan anak, serta menemukan perawatan untuk Lachrymal Fistula, disusul dengan penyelidikan medis terhadap saluran pembuluh darah.
Hingga kini Qanun masih menjadi acuan para pakar untuk penyelidikan anatomi, karena buku ini mampu menjelaskan deskripsi secara gratis maupun penjelasan rinci mengenai Sclera, Kornea, Koroid, Iris, Retina, Lensa, Urat syaraf, juga Optic Chiasma. Dalam mendalami anatomi, Ibnu Sina menentang sikap praduga atau prakiraan. Dia mengimbau para pakar ilmu fisik dan ilmu bedah untuk kembali mendasarkan pengetahuannya pada studi tentang tubuh manusia. Dia mengamati bahwa Aorta sebenarnya terdiri dari tiga saluran yang terbuka saat darah mengalir dari dan di dalam jantung selama kontraksi, dan tertutup selama relaksasi, sehingga tidak akan terjadi luapan aliran darah ke dalam jantung.
Apa yang dilakukan Ibnu Sina tersebut jauh lebih maju daripada yang terjadi di negara-negara Eropa saat itu yang masih menganut takhayul dan sihir dalam mengobati berbagai penyakit. Yang terjadi di Eropa saat itu adalah zaman kegelapan, konon apabila ada orang sakit, ia disalib pada sebatang pohon. Kemudian tabib atau dukun memukulinya dengan kejam sampai setan atau roh halus lainnya keluar dari tubuh orang tersebut. Menurut mereka, setan dan roh halus itulah penyakitnya.
Cameron Gruner pada tahun 1930 menerjemahkan sebagian isi buku itu ke bahasa Inggris dengan judul Risalah atas Norma Medis Avicenna. Dan selama lebih dari lima abad, Qanun menjadi pemandu bagi ilmu kedokteran di Barat. Tidak heran bila Dr. William Osier, penulis buku Evolution of Modern Science, mengatakan bahwa Qanun telah menjadi semacam ‘kitab suci’ kesehatan yang bertahan lebih lama dibanding karya mana pun.
Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga – dimana tumbuh – tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina juga menemukan obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi kesehatan umat manusia. Bahkan ia adalah seorang dokter yang pertama kali melakukan penyuntikan dibawah kulit pasien, dan menggunakan cara pembiusan untuk mengobati luka.
Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Dia jugalah yang mula – mula mempraktekkan pembedahan penyakit – penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara – cara modern yang kini disebut psikoterapi.
Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan – peperangan yang meraja lela di sebelah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.
Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Ia mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami isinya. setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam bidang Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan – karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Ibnu Sina merantau ke Jurjan, dan bertemu dengan Abu Raihan al-Biruni, yang kala itu sangat termashur. Setelah itu dia pindah ke Rayy, dan melanjutkan perjalanan ke Hamadan, tempat yang memberinya inspirasi untuk bukunya yang terkenal, Al Qanun 11 al-Tibb. Di Hamadan dia juga menyembuhkan sang penguasa, Syams al-Daulah, dari penyakit perut yang akut, sebelum melanjutkan lagi perjalanannya menuju Isfahan (kini Iran) untuk menyelesaikan karya-karyanya yang monumental.
Ibnu Sina dikenal aktif dalam urusan-urusan pemerintahan, pendidikan, penulisan, kedokteran atau kesehatan dan lain-lain. Washtankald, seorang Ilmuwan Jerman sempat menghitung karya tulis Ibnu Sina tidak kurang dari 150 judul yang membahas berbagai macam ilmu, seperti kedokteran, filsafat, agama,
astronomi, bahasa, kebudayaan, sastra, musik, arsitektur, logika, dan ketuhanan. Ibnu Sina telah menyumbangkan kekayaan ilmunya pada umat
manusia. Padahal ia hidup pada zaman yang sering terjadi kekacauan. Karya-karya tulis Ibnu Sina menjadi sangat khas dan istimewa berkat
isinya yang berbobot, pembahasannya yang cukup mendalam, keterangannya yang jelas dan kepintarannya dalam mengolah informasi menjadi tulisan
yang mudah dipahami.
Kesibukannya di pentas politik di istana Mansur, raja dinasti Samani, juga kedudukannya sebagai menteri di pemerintahan Abu Tahir Syamsud Daulah Deilami dan konflik politik yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antara kelompok bangsawan, tidak mengurangi aktivitas keilmuan Ibnu Sina. Bahkan safari panjangnya ke berbagai penjuru dan penahanannya selama beberapa bulan di penjara Tajul Muk, penguasa Hamedan, tak menghalangi beliau untuk melahirkan ratusan jilid karya ilmiah dan risalah. Saat berada di dalam penjara, Ibnu Sina menyibukkan diri dengan menggubah bait-bait syair, atau menulis perenungan agamanya dengan metode yang indah. Di antara buku-buku dan risalah yang ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu kedokteran dikenal sepanjang massa.
Al Qanun fi al-Tibb atau Norma-norma Kedokteran adalah sumbangan terbesar Ibnu Sina yang di Barat dikenal dengan Avicenna, terhadap ilmu pengetahuan. Karya yang mampu bertahan selama enam abad ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremena pada abad ke-12. Sejak saat itu Qanun menjadi buku wajib di sekolah-sekolah medis di Eropa. Pada abad ke-15 buku ini mengalami cetak ulang sebanyak enam belas kali. Lima belas cetakan dalam bahasa Latin, satu cetakan dalam bahasa Yahudi. Sedangkan pada abad berikutnya, Qanun mengalami cetak ulang sebanyak dua puluh kali. Bahkan Al-Qanun dijadikan salah satu literatur utama ilmu kedokteran pada sejumlah universitas Eropa hingga abad 18.
Qanun boleh dikata merupakan Ensiklopedi Pengobatan yang sangat lengkap. Buku ini menelaah ulang pengetahuan kedokteran, baik dari sumber Islam maupun sumber-sumber kuna. Ibnu Sina tidak hanya menggabungkan pengetahuan yang telah ada tapi juga menciptakan karya-karya orisinal yang meliputi beberapa pengobatan umum, obat-obatan (760 macam), penyakit-penyakit mulai dari kepala hingga kakl, khususnya Patologi (ilmu tentang penyakit) dan Farmakopeia (Farmakope).
Di antara beberapa kontribusinya yang merupakan pengembangan besar adalah identifikasinya terhadap sifat-sifat penyakit menular seperti Pththsis dan Tuberculosis (TBC), penyebaran penyakit melalui air dan tanah, dan interaksi antara ilmu psikologi dan kedokteran. Ibnu Sina pula yang pertama kali menjelaskan tentang Meningitis (radang selaput otak) serta memberi penjelasan yang padat tentang anatomi, ginekologi, kesehatan anak, serta menemukan perawatan untuk Lachrymal Fistula, disusul dengan penyelidikan medis terhadap saluran pembuluh darah.
Hingga kini Qanun masih menjadi acuan para pakar untuk penyelidikan anatomi, karena buku ini mampu menjelaskan deskripsi secara gratis maupun penjelasan rinci mengenai Sclera, Kornea, Koroid, Iris, Retina, Lensa, Urat syaraf, juga Optic Chiasma. Dalam mendalami anatomi, Ibnu Sina menentang sikap praduga atau prakiraan. Dia mengimbau para pakar ilmu fisik dan ilmu bedah untuk kembali mendasarkan pengetahuannya pada studi tentang tubuh manusia. Dia mengamati bahwa Aorta sebenarnya terdiri dari tiga saluran yang terbuka saat darah mengalir dari dan di dalam jantung selama kontraksi, dan tertutup selama relaksasi, sehingga tidak akan terjadi luapan aliran darah ke dalam jantung.
Apa yang dilakukan Ibnu Sina tersebut jauh lebih maju daripada yang terjadi di negara-negara Eropa saat itu yang masih menganut takhayul dan sihir dalam mengobati berbagai penyakit. Yang terjadi di Eropa saat itu adalah zaman kegelapan, konon apabila ada orang sakit, ia disalib pada sebatang pohon. Kemudian tabib atau dukun memukulinya dengan kejam sampai setan atau roh halus lainnya keluar dari tubuh orang tersebut. Menurut mereka, setan dan roh halus itulah penyakitnya.
Cameron Gruner pada tahun 1930 menerjemahkan sebagian isi buku itu ke bahasa Inggris dengan judul Risalah atas Norma Medis Avicenna. Dan selama lebih dari lima abad, Qanun menjadi pemandu bagi ilmu kedokteran di Barat. Tidak heran bila Dr. William Osier, penulis buku Evolution of Modern Science, mengatakan bahwa Qanun telah menjadi semacam ‘kitab suci’ kesehatan yang bertahan lebih lama dibanding karya mana pun.
Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga – dimana tumbuh – tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis). Ibnu Sina juga menemukan obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi kesehatan umat manusia. Bahkan ia adalah seorang dokter yang pertama kali melakukan penyuntikan dibawah kulit pasien, dan menggunakan cara pembiusan untuk mengobati luka.
Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya. Dia jugalah yang mula – mula mempraktekkan pembedahan penyakit – penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara – cara modern yang kini disebut psikoterapi.
Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan – peperangan yang meraja lela di sebelah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.
Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Ia mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami isinya. setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu Sina telah berguru kepada al-Farabi. Beliau menguasai maksud dari kitab itu secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’ yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat telaah dan studi filsafat yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi. Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Karya – karya Ibnu Sina yang ternama dalam bidang Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’ sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan – karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen. Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
Sesungguhnya Ibnu Sina adalah salah seorang tokoh besar Islam. Ia adalah filosof dari timur. Hal itu bukan saja diakui orang-orang Arab melainkan juga ilmuwan barat. Menurut mereka Ibnu Sina adalah orang yang jenius, cerdik, dan pintar. Selain terkenal sebagai ahli kedokteran, ia juga seorang ahli filsafat, astronom dan ahli ilmu jiwa (psikolog handal). Ibnu Sina telah meninggalkan karya-karya agung yang dapat membantu meningkatkan keluhuran harkat umat manusia. Tidak berlebihan jika para penulis Prancis memberinya gelar “Aristoteles Islam” atau juga “Hipocrates Islam”.
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya -sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran dan proses pengobatan- dikenal
pula sebagai filosof tak tertandingi. Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat secara sempurna.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung. Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu - ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.
Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang - orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, diberbagai universitas.
Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran.
Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obat.
Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati.
Akhir Hayat
Di hari tuanya, Ibnu Sina sina terserang penyakit Colic, dan karena keinginannya yang kuat untuk sembuh, sehingga dikisahkan bahwa pada saat
itu Ibnu Sina pernah minta obat sampai delapan kali dalam sehari. Namun sekalipun kondisinya yang memburuk karena penyakit yang ia derita, ia
masih saja tetap aktif menghadiri sidang-sidang majelis ilmu di Ishfahan.
Kemudian ketika al-Daulah bermaksud akan pergi ke Hamadan, Ibnu Sina memaksakan ikut dalam rombongan tersebut. Di tengah perjalanan ia
kembali diserang penyakit yang menggerogoti seluruh bagian tubuhnya. “Segala tenaga pengatur kekuatan tubuhku sudah lumpuh sama sekali, dan
segala pengobatan sudah tidak berguna lagi,” katanya memelas sambil
menahan sakit.
Pada hari-hari terakhirnya, Ibnu Sina mandi, bermunajat mendekatkan diri pada Alloh, menyumbangkan hartanya untuk fakir-miskin, membela orang-orang yang tertindas, menolong orang yang lemah, memerdekakan budak, dan tekun membaca Al-Qur’an, saking tekunnya beliau bisa menamatkannya tiap tiga hari sekali. Semua itu terus ia lakukan hingga ajal menjemput.
Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. saat itu dia sedang sakit parah tetapi tetap saja bersikeras utuk mengajar anak-anak, saat dia wafat anak-anak itu merasa beruntung sekali mempunyai kesempatan untuk bertemu ke ibnu sina untuk terakhir kalinya karena saat akan dibawa ke rumah dia sudah kehilangan nyawa dan tidak dapat ditolong
Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.
Ia wafat ketika sedang mengajar di sebuah sekolah. saat itu dia sedang sakit parah tetapi tetap saja bersikeras utuk mengajar anak-anak, saat dia wafat anak-anak itu merasa beruntung sekali mempunyai kesempatan untuk bertemu ke ibnu sina untuk terakhir kalinya karena saat akan dibawa ke rumah dia sudah kehilangan nyawa dan tidak dapat ditolong
Beliau wafat di Hamadzan pada hari jum’at di bulan Ramadhan 428 H dalam usia 58 tahun. Jenazahnya dimakamkan di kota tersebut dan hingga sekarang masih ramai dikunjungi orang dari berbagai penjuru dunia.
Sungguh besar jasa Ibnu Sina bagi umat manusia. Semoga Alloh SWT menerima amalnya dan mendapat balasan yang terbaik di sisi-Nya. Amin.
The Biografi Info
sumber : Wikipedia, Google
1 komentar:
Click here for komentarSangat bermanfaat
ConversionConversion EmoticonEmoticon