Musisi fenomenal
Chrismansyah Rahadi atau lebih dikenal dengan nama panggung Chrisye, merupakan seorang penyanyi dan pencipta lagu asal Indonesia.
Dilahirkan di Jakarta dari keluarga Tionghoa - Indonesia, Ayahnya bernama Laurens Rahadi dan ibu bernama Hanna Rahadi. Chrisye menjadi tertarik dengan musik saat masih muda.
Waktu masih belajar di SMA, Chrisye main gitar bas dalam sebuah band yang ia bentuk bersama kakaknya, Joris. Pada akhir dasawarsa 1960-an dia menjadi anggota band Sabda Nada (yang kemudian hari berganti nama menjadi Gipsy). Pada tahun 1973, setelah mengambil cuti beberapa lama, dia mengikuti band tersebut ke New York untuk main musik. Setelah kembali ke Indonesia untuk waktu singkat, dia kembali ke New York dengan band lain, yaitu The Pro's. Sekembali ke Indonesia, pada tahun 1976 dia bekerja sama dengan Gipsy dan Guruh Soekarnoputra untuk merekam album indie Guruh Gipsy.
Setelah keberhasilan Guruh Gipsy, pada tahun 1977 Chrisye menghasilkan dua karya terbaiknya, yaitu "Lilin-Lilin Kecil" tulisan James F. Sundah serta album jalur suara Badai Pasti Berlalu. Sukses kedua karya ini membuat Chrisye direkrut oleh Musica Studios, yang dengan perusahaan rekaman itu dia merilis album solo perdananya, Sabda Alam, pada tahun 1978.
Selama kariernya yang lebih dari 25 tahun dia menghasilkan 18 album solo lain, serta main dalam satu film: Seindah Rembulan (1981). Selain dikenal untuk vokalnya yang halus dan gaya panggung yang kaku, Chrisye
dianggap salah satu penyanyi Indonesia legendaris. Lima album yang
termasuk karyanya dimuat dalam daftar 150 Album Indonesia Terbaik oleh
majalah musik Rolling Stone Indonesia. Lima lagunya (dan satu lagi yang
dia mendukung) dimuat dalam daftar lagu terbaik oleh majalah yang sama
pada tahun 2009. Beberapa albumnya disertifikasi perak atau lebih
tinggi. Dia menerima dua lifetime achievement award, satu pada tahun
1993 dari BASF Awards dan satu lagi pada tahun 2007 dari stasiun
televisi SCTV. Pada tahun 2011, Rolling Stone Indonesia mencatat Chrisye
sebagai musisi Indonesia terbaik nomor tiga sepanjang masa.
Riwayat Chrisye
Chrisye dilahirkan dengan nama Christian Rahardi di Jakarta pada tanggal 16 September 1949 di keluarga Laurens Rahadi, seorang wirausaha keturunan Betawi-Tionghoa, dan Hanna Rahadi, seorang ibu rumah tangga keturunan Sunda-Tionghoa. Dia anak kedua dari tiga anak laki-laki yang dipunyai pasangan tersebut; saudaranya bernama Joris dan Vicky. Setelah masa kecilnya dihabiskan di Jalan Talang, dekat Menteng, Jakarta Pusat, pada tahun 1954 keluarga itu berpindah ke Jalan Pegangsaan (di Menteng).
Saat sekolah di SD GIKI, Chrisye berteman dengan anak-anak keluarga Nasution, yang menjadi tetangganya; dia paling akrab dengan Bamid Gauri, dengan siapa dia sering bermain bulu tangkis dan layang-layang.Pada waktu itu dia juga mulai mendengarkan piringan hitam milik ayahnya; dia bernyanyi mengiringi lagu-lagu Bing Crosby, Frank Sinatra, Nat King Cole, dan Dean Martin. Setelah lulus SD, Chrisye menghadiri SMPK III Diponegoro.
Saat Chrisye duduk di bangku SMA PSKD Menteng, Beatlemania tiba di Indonesia. Ini membuat Chrisye lebih tertarik dengan dunia musik. Menganggapi hendak Chrisye untuk bermain musik, ayahnya membeli sebuah gitar; Chrisye memilih gitar bas, sebab dia beranggapan bahwa gitar tersebutlah yang paling mudah
dipelajari. Chrisye dan Joris belajar bermain musik dengan mengikuti lagu-lagu di radio dan piringan hitam ayah mereka; akibatnya, mereka tidak dapat membaca nota musik. Mereka lama-kelamaan mulai main musik di acara sekolah, dengan Chrisye sebagai vokalisnya. Juga waktu di SMA, Chrisye diam-diam mulai merokok; pada suatu saat,
dia ditangkap kepala sekolah dan disuruh merokok delapan batang secara
bersamaan di depan siswa-siswi lain, tetapi dia tetap terus merokok
sehingga menjadi perokok berat.
Anggota band dan proyek awal (1968–1977)
Pada pertengahan dasawarsa 1960-an, keluarga Nasution membentuk sebuah band, Chrisye dan Joris menonton mereka main musik oleh Uriah Heep dan Blood, Sweat & Tears. Pada tahun 1968 Chrisye mendaftar di Universitas Kristen Indonesia (UKI) untuk menjadi insinyur seperti yang dihendaki ayahnya. Sekitar tahun 1969, akan tetapi, Gauri mengundangnya untuk menjadi anggota band Nasution, Sabda Nada, untuk menggantikan pemain bas mereka yang sedang sakit, Eddi Odek. Karena puas dengan kemampuannya, Nasution bersaudara meminnta Chrisye menjadi anggota tetap. Sabda Nada bermain secara teratur di Mini Disko di Jalan Juanda serta untuk pesta ulang tahun dan pernikahan. Ketika Chrisye diberi kesempatan untuk bernyanyi saat mereka menyanyikan lagu versi daur ulang, dia berusaha untuk menggunakan suara yang mirip penyanyi aslinya.
Pada tahun 1969 Sabda Nada mengganti nama mereka menjadi Gipsy supaya terdengar lebih macho dan seperti band Barat. Jadwal untuk band itu, yang tidak mempunyai manager, sangat padat karena bermain secara teratur di Taman Ismail Marzuki. Akibatnya, Chrisye mengundurkan diri dari UKI. Pada tahun 1970 dia masuk ke Akademi Pariwisata Trisakti karena mengganggap jadwalnya lebih
fleksibe
Chrisye |
Selama di New York, Gipsy memanggung di Ramayana Restaurant, yang milik perusahaan minyak Pertamina. Band itu, yang ditempatkan di suatu apartmen di Fifth Avenue, berada di New York untuk hampir satu tahun. Mereka menyanyikan lagu-lagu Indonesia serta versi daur ulang dari lagu Procol Harum, King Crimson, Emerson, Lake & Palmer, Genesis dan Blood, Sweat & Tears. Biarpun Chrisye merasa frustrasi karena tidak dapat engekspresikan diri dengan musik orisinal, dia tetap
bekerja.
Setelah kembali ke Indonesia pada akhir tahun 1973, Gauri memperkenalkan Chrisye dengan penulis lagu Guruh Soekarnoputra, anak dari mantan presiden Soekarno. Sementara Nasution bersaudara bekerja sama dengan Guruh untuk menyiapkan proyek mereka, Chrisye mulai menciptakan lagu sendiri; karena menciptakan lagu sendiri dia bisa menyadari bahwa dia kesulitan dengan lirik yang mengandung konsonan keras, dan bisa menghindari bunyi
tersebut.
Tahun berikutnya dia kembali ke New York dengan band lain, The Pro's. Pada pertengahan tahun 1975, dengan beberapa minggu tersisa di kontrak kerjanya, orang tuanya menelepon Chrisye dari Jakarta dan memberi tahu kalau saudaranya Vicky meninggal akibat infeksi lambung. Karena tidak dapat kembali langsung ke Jakarta, pikirannya jadi kacau. Saat kembali ke Indonesia, Chrisye tak berhenti-henti menangis dalam pesawat dan menjadi depresi.
Setelah beberapa waktu tidak bermain musik, Chrisye dihubungi oleh Nasution bersaudara dan diundang untuk bergabung dengan Gipsy dan Guruh
untuk sebuah proyek baru; Guruh juga menawarkan beberapa lagu untuk Chrisye menjadi vokalis utama, dengan lirik ditulis khususnya untuk dia.
Setelah mengatasi rasa depresinya, Chrisye mengikuti latihan di rumah Guruh di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Mereka main sampai larut malam dan mencampurkan rock ala Barat dengan gamelan Bali. Perekaman terjadi pada pertengahan tahun 1975, dengan hanya empat lagu
terselesaikan dalam beberapa bulan pertama. Pada tahun 1976 album Guruh Gipsy diluncurkan dan diterima baik oleh para kritikus; ada sebanyak 5.000 keping yang diproduksi. Berhasilnya Guruh Gipsy meyakinkan Chrisye bahwa dia dapat menjadi penyanyi tunggal.
Pada akhir tahun 1976 Chrisye dihampiri oleh Jockie Soerjoprajogo, seorang pencipta lagu, dan Imran Amir, pemimpin Radio Prambors, mereka meminta agar Chrisye menjadi vokalis untuk Lomba Cipta Lagu Remaja Prambors. Namun, Chrisye menolak. Beberapa hari kemudian Sys NS, yang pada saat itu bekerja di Prambors, mendekati Chrisye waktu penyanyi itu sedang berbincang dengan Guruh dan Eros Djarot. Sys menekankan bahwa Chrisye diperlukan untuk lagu "Lilin-Lilin Kecil" karya James F. Sundah. Setelah dia mendengar lirik lagu tersebut, Chrisye setuju. Lagu ini direkam di studio Irama Mas di Pluit, Jakarta Utara dan dimuat dalam sebuah album
dengan pemenang lomba lain; awalnya, "Lilin-Lilin Kecil" dimuat di
urutan kesembilan, tetapi akhirnya dipindahkan ke urutan pertama supaya
lebih laris. Setelah itu, lagu ini menjadi terkenal; album LCLR 1977 menjadi album paling laris tahun itu.
Setelah sukses "Lilin-Lilin Kecil", di pertengahan tahun 1977
Pramaqua Records mendekati Chrisye dan menawarkan sebuah album, yaitu Jurang Pemisah. Bekerja sama dengan Jockie, Ian Antono, dan Teddy Sujaya, Chrisye merekam tujuh lagu untuk album tersebut; Jockie merekam dua lagu lain. Biarpun Chrisye senang dengan hasilnya dan mempunyai harapan tinggi untuk Jurang Pemisah, Pramaqua memutuskan bahwa itu tidak bisa laris dan tidak hendak mempromosikannya sehingga album Chrisye berikutnya, Badai Pasti Berlalu, menjadi besar. Setelah itu, Chrisye berusaha untuk membeli semua stok album Jurang Pemisah
dan menghentikan rilisnya, namun tidak berhasil. Album ini tidak laris
di pasaran sebab banyak orang beranggapan kalau ini album lanjutan dari Badai Pasti Berlalu. Walaupun rekaman ini sampai pada stasiun radio di seluruh Indonesia, menurut Chrisye penjualannya "hangat-hangat tahi ayam".
Pada tahun yang sama, Chrisye dan beberapa artis, termasuk Eros dan Jockie, merekam musik untuk film Badai Pasti Berlalu dalam waktu dua bulan. Setelah musik film tersebut mendapatkan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1978, Irama Mas mendekati mereka untuk membuat album jalur suara untuk biaya tetap. Dengan Chrisye dan Berlian Hutauruk sebagai vokalis, sebuah album jalur suara direkam di Pluit dalam kurung waktu 21 hari. Album yang dihasilkan dirilis dengan judul yang sama dengan film, dengan gambar bintang film Christine Hakim di sampul. Album ini memuat lagu ciptaan Chrisye yang pertama, "Merepih Alam". Hasil penjualan di awal kurang lancar, tetapi setelah singel-singelnya mulai diputar album Badai Pasti Berlalu menjadi laris.
Karier solo awal dan film (1978–1982)
Suara Chrisye yang tenor serta kerjanya di Badai Pasti Berlalu memicu Amin Widjaja dari Musica Studios untuk memintanya menjadi artis Musica; Amin sebenarnya sudah lama mengamati Chrisye, sejak dirilisnya Guruh Gipsy. Chrisye setuju, asalkan dia diberikan kebebasan artistik, Amin terpaksa menyetujui syarat tersebut. Chrisye langsung mengerjakan album perdananya dengan Musica pada bulan Mei 1978, yaitu Sabda Alam (Nature's Order). Dia memilih beberapa lagu karya artis lain dan menulis beberapa lain sendiri, termasuk lagu "Sabda Alam".
Dia merekam album itu setelah menguncikan diri dalam studio dengan
sound engineer dan penata musik; biarpun Amin hendak melihat kemajuan
mereka, Chrisye tidak mengizinkannya masuk. Album yang dihasilkan, yang diilhami oleh Badai Pasti Berlalu dan menggunakan teknik double-recording yang dipelopori The Beatles, dirilis pada bulan Agustus. Setelah beberapa lama promosi dengan TVRI dan stasiun radio, album ini laris, akhirnya lebih dari 400,000 keping terjual.
Tahun berikutnya, Chrisye merekam Percik Pesona
bersama Jockie. Album ini, yang dibuat setelah kematian Amin, termasuk beberapa lagu yang ditulis oleh sahabat Chrisye, Junaidi Salat, serta
Jockie dan Guruh. Judul album ini dipilih bersama. Album ini dirilis pada bulan Agustus 1979, gagal dalam mata kritikus dan pasar. Chrisye, setelah diskusi dengan beberapa artis, beranggapan bahwa gagalnya album ini disebabkan miripnya dengan Badai Pasti Berlalu. Akibatnya, setelah beberapa waktu berkontemplasi, dia mulai mencari jenis musik baru. Pada tahun yang sama, dia menjadi anggota juri LCLR Prambors, yang diadakan pada tanggal 5 Mei.
Setelah memutuskan bahwa lagu pop yang romantis, dengan pengaruh easy listening, yang paling cocok untuk dirinya, Chrisye mulai merintis album berikutnya, Puspa Indah.
Semua lagu kecuali satu ditulis oleh Guruh Sukarnoputra, album ini juga memuat lagu berbahasa Inggris "To My Friends on Legian Beach". Dua lagu
dari album ini, "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", digunakan dalam film tahun 1979 Gita Cinta dari SMA, dalam film tersebut, Chrisye mendapatkan kameo sebagai penyanyi. Dengan popularitas film tersebut, album Puspa Indah pun menjadi laris, lagu "Galih dan Ratna" dan "Gita Cinta", yang dijadikan singel, juga diterima dengan hangat.
Pada tahun 1981 Chrisye mendapatkan peran dalam film Indonesia Seindah Rembulan.
Biarpun awalnya enggan, dia dibujuk Sys NS sehingga akhirnya setuju. Namun, di kemudian hari dia menyesalkan keputusan ini karena beranggapan
bahwa produksinya kurang profesional dan sering bertantangan dengan sutradara Syamsul Fuad. Pada tahun yang sama dia menghasilkan Pantulan Cinta, sebuah kolaborasi dengan Jockie. Setelah album ini gagal di pasaran, Chrisye memutuskan untuk mengambil cuti panjang.
Pada bulan Juli 2005 dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah karena sesak nafas. Setelah 13 hari dirawat, dia dipindahkan ke Rumah Sakit Mount Elizabeth di Singapura, di mana dia dinyatakan mengidap kanker paru-paru. Biarpun khawatir bahwa dia akan kehilangan rambutnya yang gondrong, yang dia menganggap sebagai bagian citranya, dia menjalani kemoterapi enam kali, dengan perawatan pertama pada tanggal 2 Agustus 2005.
Kesehatan Chrisye membaik pada tahun 2006
dan dia merasa cukup kuat untuk mengikuti wawancara panjang dengan
Alberthiene Endah pada bulan Mei dan November 2006. Dia juga menghasilkan dua album kompilasi, Chrisye by Request dan Chrisye Duets; namun, dia merasa kurang sehat untuk menghasilkan lagu baru. Akan tetapi, pada awal Februari 2007 kondisi fisiknya kembali memburuk.
Pada 30 Maret 2007, Chrisye meninggal pada pukul 4:08 WIB di rumahnya di Cipete, Jakarta Selatan. Dia dikebumikan di TPU Jeruk Purut hari itu juga. Ratusan orang menghadiri pemakamannya itu, termasuk Erwin Gutawa, Titiek Puspa, Ahmad Albar, Sophia Latjuba, dan Ikang Fawzi.
Seratus hari setelah meninggalnya Chrisye, Musica mengeluarkan dua album kompilasi. Album ini, dengan judul Chrisye in Memoriam – Greatest Hits dan Chrisye in Memoriam – Everlasting Hits, termasuk empat belas lagu per keping dari sepanjang kariernya bersama Musica. Pada tanggal 1 Agustus 2008, singel Chrisye terakhir, "Lirih", yang
ditulis oleh Aryono Huboyo Djati, diluncurkan. Lagu tersebut mula-mula
dirahasiakan, dan tanggal perekamannya tidak diketahui. Menurut Djati, lagu itu direkam sebagia hiburan. Sebuah video klip yang disutradarai Vicky Sianipar dan termasuk Ariel Peterpan, Giring Ganesha dari Nidji, dan janda Chrisye lalu dirilis.
Rujukan; WIKIPEDIA
ConversionConversion EmoticonEmoticon